Jumat, 30 Desember 2016

[Review] Cafe Waiting Love



Cafe Waiting Love
Penulis: Giddens Ko
Penerjemah: Arumdyah Tyasayu
Cover designer: Bambang 'Bambi' Gunawan
Penerbit: Haru
ISBN: 978-602-7742-70-3
Cetakan pertama, Januari 2016
404 halaman
Rating: 4/5

“‘…ada beberapa hal yang walau sampai sepuluh rubu tahun pun tidak akan berubah… Selamanya aku akan menunggumu untuk menjadi mempelai wanitaku.'”

Setiap orang punya penantian dalam hidupnya, entah itu menunggu seseorang, menunggu cinta atau menunggu pembawa pesan dari yang terdahulu.


Cafe Waiting Love, adalah sebuah cafe di ujung jalan yang letaknya di depan universitas nasional Tsing Jua. Li Siying bekerja paruh waktu disana. Ia masih kelas 3 SMA namun banyak sekali hal yang ia pelajari disana terutama dari para pelanggan yang datang memesan.

Cafe ini didirikan oleh seorang wanita yang selalu dipanggil Nyonya Bos. Ada seorang barista pendiam namun lucu bukan kepalang bernama Albus. Dan satu orang gadis SMA.

Cafe ini punya pelanggan tetap yang selalu datang untuk memesan kopi yang kadang terdengar aneh. Ada kumpulan anak SMA yang senang datang untuk mengetahui seunik apa racikan buatan Albus. Dan ada seorang pria paruh baya yang setiap sebulan sekali memesan minuman secara asal, bahkan yang dipesan adalah kopi yang sangat mahal sekali seperti kopi Luwak Sumatra. Ada juga beberapa mahasiswa yang sering datang salah satunya Zeyu. Ia mahasiswa dari universitas Chiao Tung jurusan Teknik Informatika. Ia sering berganti pacar dan membawanya ke Cafe ini untuk mengetahui siapa dari gadis yang dipacarinya yang memiliki selera kopi yang sama dengannya. Siying sangat menyukai Zeyu, sampai-sampai ia melupakan orang yang menaruh perhatian lebih padanya.

Satu lagi mahasiswa yang juga Siying temui di Cafe itu adalah A Tuo. Kisah cintanya sangat tragis. Pacarnya direbut oleh seorang lesbian. Hal ini menjadi aib yang sangat besar. Teman-teman anggota klub seluncur selalu menjadikannya lelucon. Tapi A Tuo hanya pasrah tiap kali ditertawakan. Siying selalu ingin membela A Tuo, baginya kisah cinta itu tidak pantas ditertawakan. Bukanlah keinginan A Tuo untuk menerima hal pahit seperti itu. Sejak pembelaan itu Siying makin dekat dengan A Tuo dan mengenal lebih dalam lingkungan pertemanannya.

"Cinta dipenuhi ujian. Sayangnya kebanyakan orang senang dengan cinta, tapi merasa kalau cobaan cinta adalah sesuatu yang berlebihan dan amat kejam." 

Membaca buku ini rasanya seperti mambaca catatan penantian panjang seseorang. Mungkin bisa dikatakan bukan hanya satu orang, tapi banyak orang. Novel ini memiliki banyak sekali karakter. Masing-masing dari mereka ppunya masalah dan lingkungan yang berbeda. Albus yang diam-diam adalah seorang lesbian ternyata merebut pacar seseorang di masa lalunya. Zeyu yang berpura-pura menjadi diri orang lain tiap kali berganti-ganti pacar. Dan A Tuo yang walau dicemoh dan dihina bertahun-tahun sangat bersahabat dan hatinya begitu lapang.

Di awal cerita aku sempat bingung tentang apa buku ini. Prolognya sangat membingungkan dan pilihan diksinya terbilang agak berat. Tapi setelah mengikuti beberapa bab berikutnya aku semakin paham dengan jalan cerita yang ingin dibangun si penulis. Aku suka dengan gaya bercerita yang penulis buat, mengalir dengan lembut dan sesekali menggunakan alur mundur. 

Bagian yang paling menyentuh menurutku ada di bagian kisah masa lalu Nyonya Bos. Ia punya kesenangan terhadap perasaan disenangi oleh sahabatnya. Hal itu berlangsung hingga kuliah dan Nyonya Bos hampir kehilangan cintanya. Menurutku Nyonya Bos di masa lalu sangat munafik dan egois pada perasaannya dan orang yang selama ini telah ia perjuangkan. Bagaimana mungkin aku tidak menitikkan air mata di bagian ini?

Membaca buku ini setidaknya mengingatkan kita untuk tidak menyianyiakan waktu dan orang=orang yang telah begitu baik berada di sisi kita. Bahwa setiap orang pantas untuk menunggu dan memperjuangkan cintanya. Walaupun masa lalu seseorang seringkali terlihat buruk bukan berarti hal itu akan memberatkan seseorang untuk melanjutkan hidupnya. Bukankah masa lalu selalu berada di belakang? Hal itu tidak seharusnya menjadi masalah untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. 

“Dalam hidup setiap gadis, mereka menunggu hari datangnya seorang ksatria berkuda yang mengenakan jubah putih untuk hadir di sisinya, mempersembahkan sebuket bunga putih, menggandenga tangan gadis itu, dan mengundangnya naik ke atas kuda untuk pergi bersamanya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Appeciate with my pleasure.

~ VS

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...