Kamis, 21 Juli 2016

Resensi Kumpulan Puisi Melipat Jarak - Sapardi Djoko Damono



Melipat Jarak

Penulis : Sapardi Djoko Damono

Penerbit : Gramedia

Tebal : 176 hlm

Cetakan pertama September 2015

ISBN : 978-602-03-1912-4
Rating: 3.5/5
 
Buku ini berisi 75 sajak yang dipilih oleh Hasif Amini dan Sapardi Djoko Damono dari buku puisi yang terbit antara 1998-2015 yakni Arloji, Ayat-ayat Api, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Mata Jendela, Kolam, Namaku Sita, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita dan Babad Batu.

Ini adalah kali pertama saya membaca puisi ciptaan Sapardi Djoko Damono. Membaca puisi-puisi beliau membawa saya pada kepingan kisah yang mewakili setiap judul puisinya. Masing-masing puisi tidak berdiri sendiri. Kebanyakan puisi yang di masukkan dalam buku Melipat Jarak hanya diambil sepenggalnay saja. Terlepas dari badannya yang semula utuh.

Dalam puisinya, Sapardi menyajikan pandangan tentang hidup, politik dan kadang disisipkan cinta. menggunakan metafoa dan permainan rima yang tidak teduga. Untaian kata yang merajut setiap paragraf menunjukkan kemampuan sang maestro dalam mengolah kata demi kata. Yang tidak jarang dibaca berulang kali masih sulit dipahami. 

“Yang paling menakjubkan di dunia yang fana ini

adalah segala sesuatu yang tidak ada. soalnya,

aku bisa membayangkan apa saja tentangnya,

menjadikan muara bagi segala yang luar biasa”


(Yang Paling Menakjubkan)



Beberapa puisidi tulis sangat singkat. Hingga di akhir kata makna yang tersirat belum juga nampak .Bisa dilihat dari puisi Sepatu yang kiranya sang maestro mengungkapkan tentang kesewenang-wenangan manusia, yang enggan mengikuti nasihat yang di peringatkan pada setiap insan. Atau sebuah puisi singkat yang dinamai Tentang Tuhan. Hanya terdiri dari tiga paragraf singkat tentang kebaikan Tuhan yang jelas tidak dimiliki umatnya.

Yang paling jadi kesukaan saya adalah puisi Dongeng Marsinah. Sapardi membawa kembali kenangan perjuangan buruh pabrik arloji Marsinah yang harus meregang nyawa karena perjuangannya membela hak para buruh. Setiap baitnya di pecah dengan rima yang mengikuti di akhirnya. Indah tapi juga menitipkan pesan emosi serta pandangan sang maestro tentang Marsinah. 

“Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini;
dirabanya denyut nadi kita
dan diingatkannya
agar berlajar memahami
hakikat presisi” 
(Dongeng Marsinah)
Secara keseluruhan kumpulan puisi Sapardi yang dikumpulkan dalam buku ini memiliki beragam tema yang diusung. Selain pandangan beliau tentang apa yang dilihatnya di negeri sendiri, ia mampu merangkai kata dengan baik. Walau saya akui tidak semuanya mampu dipahami sekaligus. 

Percayalah keindahan puisi bisa ditangkap bukan dari pesan yang disiratkannya. Tapi bagaimana untaian kata yang membentuk keindahan serta keutuhan puisi itu membuatmu bersemu karenanya. Terakhir, akan ku berikan salah satu sajak milik Sapardi berjudul Sajak-Sajak Kecil Tentang Cinta yang juga ia bacakan saat kelas puisi di tahun 2015 lalu.

/1/
mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat

/2/
mencintai cakrawala
harus menebas jarak

/3/
mencintai-Mu
harus menjelma aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Appeciate with my pleasure.

~ VS

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...