Kamis, 31 Desember 2015

Book Review: Perfect Pain oleh Anggun Prameswari


Perfect Pain

Penulis: Anggun Prameswari

Penerbit: Gagas Media

Editor: Jia Effendi

Desainer sampul: Levina Lesmana

Tahun terbit: 2015

Tebal: 316 halaman

Rating: 3,5/5
Available @bukupedia
“Karena cinta tidak menyakiti”

Bidari, tidak pernah menyangka pria yang kini telah menjadi suaminya yang seharusnya melindunginya, justru malah menjadi sumber segala kesakitan bagi dirinya. Bramawira Aksana, begitulah orang-orang memanggilnya tapi Bi mengenalnya sebagai Bram. Ia telah merajut hubungan rumah tangga bersama Bi dalam hitungan waktu yang cukup panjang. Tidak ada yang tahu dibalik kesuksesannya Bram sering menorehkan luka di tubuh Bi.

Bi dituntut untuk sempurna di mata Bram. Sekali saja terjadi hal yang tidak diinginkan Bram tidak segan memukul isterinya dan meninggalkannya seolah tidak merasa bersalah. Setelah amarahnya pergi, Bram akan mengemis maaf dan mengakui kesalahannya. Herannya, Bi tetap memaafkan tindakan kasar suaminya itu dan melihat sesuatu dari sisi positifnya. Nurturing sense. Ia merasa mampu mempertahankan rumah tangganya dadn memperbaiki segalanya, semata demi Karel. Anak laki-lakinya lah yang membuatnya kuat.

Karel adalah anak satu-satunya hasil perkawinan Bi dan Bram. Walaupun masih kelas 6 SD ia sangat memahami posisi ibunya yang sering kali di sakiti papanya. Karel tumbuh menjadi anak yang empati bahkan terbilang dewasa sebelum waktunya. Ia selalu ingin melindungi sang mama dan menghibur hatinya bahkan dengan hal kecil seperti memuji masakan buatan Bi.

Hingga di suatu siang, Karel menghilang dan tidak datang saat kegiatan ekstrakulikuler melukis. Kabar dari Miss Elena-wali kelas Karel itu membuat Bi panik dan datang ke sekolah. Di sana Miss Elena banyak bercerita tentang Karel dan di sela pembicaraan itu Miss Elena terpikir tempat mana yang mungkin akan di datangi bocah lakik-laki itu saat ini.

Di ceritakan Miss Elena memiliki seorang pacar yang berprofesi sebagai pengacara, bernama Sindhu. Pernah suatu ketika Miss Elena menceritakan pekerjaan pacarnya itu kepada Karel. Dan Karel sangat tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan pengacara. Ketertarikan Karel pada cerita Miss Elena membawanya ke sebuah kantor pengacara bernama Budiman dan Sudiro Law Firm. 

Setelah Bi tiba di kantor pengacara itu, terlihat Karel dan Sindhu sudah sangat akrab. Saking dekatnya mereka Bi mengalami kesulitan mengajak Karel pulang. Ketakutan muncul jika sang papa akan kembali marah dan menyakiti Bi lagi. Mendengar pengakuan Karel, Sindhu merasa perlu untuk mengetahui permasalahan sebenarnya yang terjadi di keluarga itu. Masih di kantor Sindu, sebuah amarah bersiap untuk meledak setibanya Karel dan Bi dirumah.

Kehadiran Sindu dalam membantu Bi keluar dari masalahnya menumbuhkan pemikiran baru, bahwa Bi bisa keluar dari masalahnya dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi masalah.

***

Terbitnya buku ini semakin menambah kisah pahit KDRT yang di alami kaum perempuan di era modern. Walaupun derajat wanita sudah terangkat dengan adanya emanisipasi perempuan, tindakan kekerasan terhadap kaum ibu khususnya masih sering terjadi. Perfect Pain berhasil mengungkap realita kehidupan sebuah keluarga dimana tidak ada yang benar-benar bahagia pasca menikah. 

Ditengah boomingnya buku-buku wedding lit dan kisah happy-happy rumah tangga, buku ini menggebrak dunia pembaca dengan tema dan konflik yang jarang di temui di buku lainnya. Dengan pemakaian sudut pandang orang pertama, Bi bercerita tentang harapannya yang ingin memiliki keluarga kecil yang bahagia. Tapi hal ini bertolak belakang dengan apa yang di alaminya selama tinggal bersama suaminya. 

Buku ini bikin hati miris, di iris-iris realitas wanita sebagai makhluk yang dipandang lemah di dalam keluarga. Ditambah lagi tidak sedikit orang beranggapan wanita hanya sebagai tukang urus, bersih-bersih, masak dan bersolek melayani suami. Seolah mereka tidak pantas bermimpi dan meraih kehidupan yang lebih baik.

Semua berasal dari keluarga, orang tua yang membentuk karakter anak.
Pandangan itu nyatanya benar, tercermin dalam kisah masa lalu si tokoh utama. Bi hidup dalam didikan seorang ayah yang keras. Hal itu mempengaruhi karakter Bi hingga ia menjadi seorang ibu. Pernah sekali Bi mengutarakan niatnya memilih jurusan kuliah yang disukainya, tapi begitu mengetahui kenyataan tidak sejalan dengan mimpinya Bi semakin dipandang rendah oleh keluarga khususnya sang Ayah. Bagaimana dengan sang ibu? Dia istri yang baik, tapi dia tidak bisa berbuat banyak untuk membela Bi. Hingga kesalahan fatal di masa lalu semakin membuat hubungan Bi dan orang tuanya semakin renggang.
 
Buku ini punya banyak karakter yang menarik dan mendukung buku ini menjadi drama depresi  yang menyayat hati.  Karakter Bi di cerita ini digambarkan tidak sempurna-berbeda seperti lagunya Andra and The Backbound, bahkan Bi sangat mencerminkan sosok wanita-wanita Indonesia yang belum mampu berpikir panjang dan cukup menyebalkan. Bagaimana tidak, Bi terlihat belum mau lepas dari pengaruh sang suami dan sulit untuk menentukan kepastian. Pada akhirnya buku ini malah menjadi sangat emosional dan terlalu dramatis-begitulah ketika saya melihatnya secara pribadi.

Bagaimana dengan Bram? Ah, pria yang satu ini memang aneh seolah dia punya kepribadian ganda. Karel, si anak lelaki yang menjadikan buku ini berwarna. Tanpanya cerita ini tidak akan mengalir dengan indah. Sindhu, penyelamat yang menawan-suami impian para wanita. Sosoknya yang tulus dan tidak berlebihan dalam mengungkapkan perhatiannya cukup membuat wanita terharu.

Buku ini sebenarnya masih bisa di kembangkan lebih jauh. Penggunaan alur yang lebih kompleks bisa membuat jalan cerita lebih mendebarkan dan tidak memberikan rasa bosan menjelang akhir cerita. Pendalaman karakter, itulah yang belum di eksplor penulis secara maksimal di buku ini. Bi sebagai tokoh utama memang lebih dominan di gambarkan si penulis dalam ceritanya. Tapi, tokoh lainnya pasti masih menyimpan kisah masa lalu mereka masing-masing. Dan mungkin tugas penulislah untuk memuaskan rasa penasaran pembaca untuk novel berikutnya.

Mungkinkah ada sequel untuk buku ini, oh Mbak Anggun? Cinta memang butuh waktu, begitu juga saya memandang hubungan Sindhu dan Bi.

Saya nantikan buku berikutnya.



“Jangan mengulangi kesalahan yang sama, Bi” Nada bicara Sindhu terdengar pahit. “Kamu sudah keluar mulai dari rumah tangga yang menyakitimu. Jangan kembali” – Sindhu.

2 komentar:

  1. Menarik sekali temanya... Tadinya agak ragu mau baca, tapi sepertinya bgs isinya. Saya suka yg miris2 hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus kok, beberapa org ada yg di bwt nangis sama buku ini.. ;) Penulisnya out of the box

      Hapus

Appeciate with my pleasure.

~ VS

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...