Sinopsis
Tindakan impulsif dilakukan oleh Tuwalaid, seorang mahasiswa IPB yang kala itu bersama teman-temannya sedang membutuhkan rumah kontrakan karena Hari Penghabisan mereka di asrama semakin dekat. Tanpa berpikir panjang ia langsung meriakkan angka dua puluh juta sebagai DP rumah kontrakan milik pak Aling. Uang sebanyak itu tadinya yang diminta oleh pak Aling sebagai biaya satu tahun rumah kontrakannya. Namun kedatangan geng Alfi dkk yang sepihak menginginkan kontrakan pak Aling juga, membuat kedua kubu harus melakukan lelang. Siapa yang memberikan DP tertinggi dia yang berhak mendapatkan hak kontrakan pak Aling.
Aldo, Dayat, Aurum, Bagas, dan mahasiswa lainnya yang notabene nya sudah dekat dan menjadi teman seperjuangan di asrama sangat shock dengan nominal angka segitu. Apalagi mereka hanya mahasiswa kere yang mengandalkan biaya hidup dari beasiswa saja. Mau dapat uang dari mana hanya dalam waktu satu bulan saja?
Menyeimbangkan kegiatan organisasi di kampus, tugas kuliah dan mengumpulkan dana untuk menutupi hutang ternyata tidak mudah. Aldo dan Dayat harus mengurus mengurusi jualan mereka, bahkan sampai titik terendah ketika mereka dipaksa untuk tidak berjualan lagi di lingkungan asrama. Belum lagi ulah geng Lorong Lima yang selalu berupaya untuk menggagalkan misi mereka untuk mendapatkan kontrakan Pak Aling.
Hari Penghabisan merupakan hari-hari mencekam di saat asrama mengalami pemadaman listrik dan pemberhentian air secara bersamaan... Hari demi hari jumlah penghuni asrama semakin habis. Namun, ketika listrik dan air mulai kembali dipasok, anak-anak yang telah menempati indekos memilih untuk tidak kembali. Jadilah penghuni asrama hari ini hampir habis dan hanya tersisa dalam jumlah yang terbilang sedikit.