Perfect Pain
Penulis: Anggun
Prameswari
Penerbit: Gagas
Media
Editor: Jia
Effendi
Desainer sampul:
Levina Lesmana
Tahun terbit:
2015
Tebal: 316
halaman
“Karena cinta tidak menyakiti”
Bidari, tidak
pernah menyangka pria yang kini telah menjadi suaminya yang seharusnya
melindunginya, justru malah menjadi sumber segala kesakitan bagi dirinya. Bramawira
Aksana, begitulah orang-orang memanggilnya tapi Bi mengenalnya sebagai Bram. Ia telah merajut hubungan rumah
tangga bersama Bi dalam hitungan waktu yang cukup panjang. Tidak ada yang tahu
dibalik kesuksesannya Bram sering menorehkan luka di tubuh Bi.
Bi dituntut untuk
sempurna di mata Bram. Sekali saja terjadi hal yang tidak diinginkan Bram tidak
segan memukul isterinya dan meninggalkannya seolah tidak merasa bersalah. Setelah
amarahnya pergi, Bram akan mengemis maaf dan mengakui kesalahannya. Herannya,
Bi tetap memaafkan tindakan kasar suaminya itu dan melihat sesuatu dari sisi
positifnya. Nurturing sense. Ia
merasa mampu mempertahankan rumah tangganya dadn memperbaiki segalanya, semata
demi Karel. Anak laki-lakinya lah yang membuatnya kuat.
Karel adalah anak
satu-satunya hasil perkawinan Bi dan Bram. Walaupun masih kelas 6 SD ia sangat
memahami posisi ibunya yang sering kali di sakiti papanya. Karel tumbuh menjadi
anak yang empati bahkan terbilang dewasa sebelum waktunya. Ia selalu ingin
melindungi sang mama dan menghibur hatinya bahkan dengan hal kecil seperti
memuji masakan buatan Bi.
Hingga di suatu
siang, Karel menghilang dan tidak datang saat kegiatan ekstrakulikuler melukis.
Kabar dari Miss Elena-wali kelas Karel itu membuat Bi panik dan datang ke
sekolah. Di sana Miss Elena banyak bercerita tentang Karel dan di sela
pembicaraan itu Miss Elena terpikir tempat mana yang mungkin akan di datangi
bocah lakik-laki itu saat ini.
Di ceritakan Miss
Elena memiliki seorang pacar yang berprofesi sebagai pengacara, bernama Sindhu.
Pernah suatu ketika Miss Elena menceritakan pekerjaan pacarnya itu kepada
Karel. Dan Karel sangat tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan
pengacara. Ketertarikan Karel pada cerita Miss Elena membawanya ke sebuah
kantor pengacara bernama Budiman dan Sudiro Law Firm.
Setelah Bi tiba
di kantor pengacara itu, terlihat Karel dan Sindhu sudah sangat akrab. Saking
dekatnya mereka Bi mengalami kesulitan mengajak Karel pulang. Ketakutan muncul
jika sang papa akan kembali marah dan menyakiti Bi lagi. Mendengar pengakuan
Karel, Sindhu merasa perlu untuk mengetahui permasalahan sebenarnya yang
terjadi di keluarga itu. Masih di kantor Sindu, sebuah amarah bersiap untuk
meledak setibanya Karel dan Bi dirumah.
Kehadiran Sindu
dalam membantu Bi keluar dari masalahnya menumbuhkan pemikiran baru, bahwa Bi
bisa keluar dari masalahnya dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi
masalah.
***
Terbitnya buku
ini semakin menambah kisah pahit KDRT yang di alami kaum perempuan di era
modern. Walaupun derajat wanita sudah terangkat dengan adanya emanisipasi
perempuan, tindakan kekerasan terhadap kaum ibu khususnya masih sering terjadi.
Perfect Pain berhasil mengungkap realita kehidupan sebuah keluarga dimana tidak
ada yang benar-benar bahagia pasca menikah.
Ditengah
boomingnya buku-buku wedding lit dan kisah happy-happy rumah tangga, buku ini
menggebrak dunia pembaca dengan tema dan konflik yang jarang di temui di buku
lainnya. Dengan pemakaian sudut pandang orang pertama, Bi bercerita tentang harapannya
yang ingin memiliki keluarga kecil yang bahagia. Tapi hal ini bertolak belakang
dengan apa yang di alaminya selama tinggal bersama suaminya.
Buku ini bikin
hati miris, di iris-iris realitas wanita sebagai makhluk yang dipandang lemah
di dalam keluarga. Ditambah lagi tidak sedikit orang beranggapan wanita hanya
sebagai tukang urus, bersih-bersih, masak dan bersolek melayani suami. Seolah
mereka tidak pantas bermimpi dan meraih kehidupan yang lebih baik.
Semua berasal
dari keluarga, orang tua yang membentuk karakter anak.
Pandangan itu
nyatanya benar, tercermin dalam kisah masa lalu si tokoh utama. Bi hidup dalam didikan
seorang ayah yang keras. Hal itu mempengaruhi karakter Bi hingga ia menjadi
seorang ibu. Pernah sekali Bi mengutarakan niatnya memilih jurusan kuliah yang
disukainya, tapi begitu mengetahui kenyataan tidak sejalan dengan mimpinya Bi
semakin dipandang rendah oleh keluarga khususnya sang Ayah. Bagaimana dengan
sang ibu? Dia istri yang baik, tapi dia tidak bisa berbuat banyak untuk membela
Bi. Hingga kesalahan fatal di masa lalu semakin membuat hubungan Bi dan orang
tuanya semakin renggang.
Buku ini punya
banyak karakter yang menarik dan mendukung buku ini menjadi drama depresi yang menyayat hati. Karakter Bi di cerita ini digambarkan tidak
sempurna-berbeda seperti lagunya Andra and The Backbound, bahkan Bi sangat
mencerminkan sosok wanita-wanita Indonesia yang belum mampu berpikir panjang dan
cukup menyebalkan. Bagaimana tidak, Bi terlihat belum mau lepas dari pengaruh
sang suami dan sulit untuk menentukan kepastian. Pada akhirnya buku ini malah
menjadi sangat emosional dan terlalu dramatis-begitulah ketika saya melihatnya
secara pribadi.
Bagaimana dengan
Bram? Ah, pria yang satu ini memang aneh seolah dia punya kepribadian ganda.
Karel, si anak lelaki yang menjadikan buku ini berwarna. Tanpanya cerita ini
tidak akan mengalir dengan indah. Sindhu, penyelamat yang menawan-suami impian
para wanita. Sosoknya yang tulus dan tidak berlebihan dalam mengungkapkan
perhatiannya cukup membuat wanita terharu.
Buku ini
sebenarnya masih bisa di kembangkan lebih jauh. Penggunaan alur yang lebih
kompleks bisa membuat jalan cerita lebih mendebarkan dan tidak memberikan rasa
bosan menjelang akhir cerita. Pendalaman karakter, itulah yang belum di eksplor
penulis secara maksimal di buku ini. Bi sebagai tokoh utama memang lebih
dominan di gambarkan si penulis dalam ceritanya. Tapi, tokoh lainnya pasti
masih menyimpan kisah masa lalu mereka masing-masing. Dan mungkin tugas
penulislah untuk memuaskan rasa penasaran pembaca untuk novel berikutnya.
Mungkinkah ada
sequel untuk buku ini, oh Mbak Anggun? Cinta memang butuh waktu, begitu juga
saya memandang hubungan Sindhu dan Bi.
Saya nantikan
buku berikutnya.
“Jangan mengulangi kesalahan yang sama, Bi” Nada bicara Sindhu terdengar pahit. “Kamu sudah keluar mulai dari rumah tangga yang menyakitimu. Jangan kembali” – Sindhu.
Menarik sekali temanya... Tadinya agak ragu mau baca, tapi sepertinya bgs isinya. Saya suka yg miris2 hehe...
BalasHapusBagus kok, beberapa org ada yg di bwt nangis sama buku ini.. ;) Penulisnya out of the box
Hapus