Rabu, 30 November 2016

Movie Adaptation Sunshine Becomes You by Ilana Tan


Desember telah berlalu dan kini aku siap bertemu dengan yang baru. Masih ingat dengan sebuah drama adaptasi novel yang sempat happening di akhir 2015 lalu? Benar, apapun prakiraanmu jawabannya adalah Sunshine Becomes You. Film adaptasi novel mega best seller Ilana Tan ini akhirnya dibeli hak pengadaptasiannya oleh Hitmake Studio. Dan setelah proses shooting pada Juli 2015 lalu akhirnya film ini ditayangkan pada 23 Desember 2015. Akhirnya, setelah 'hujat' sana sini yang dilimpahkan pada para cast nya terbukti Hitmake tetap  mempertahankan para aktornya.

Agar review ini berimbang, aku akan mengulasnya dari kacamata pembaca sekaligus penikmat film. Awalnya aku sangat-katakanlah aku mencintai kisah Mia Clark, Alex dan Ray Hirano saat masih dalam wujud novel. Aku sudah pernah membacanya dan kalian bisa membaca ulasanku di resensi Sunshine Becomes You.

Trailer

Video berdurasi 3 menit 52 detik sangat-memuat keseluruhan plot dan ide yang ada dalam film ini. Bagi mereka yang sudah pernah baca bukunya akan mencap trailer SBY sebagai spoiler dan bikin kesal setengah mati Aku akui memang semua plot utama dalam buku sudah ditampilkan di videonya, bahkan sempat menambah alasanku untuk tidak segera menonton film ini. Ini jadi kesalahan fatal kedua yang dilakukan oleh HitMake yang berekspektasi besar dengan film ini.


Bukan apa-apa, abaikan saja :p
Cerita

Kalau kamu pembaca setia buku ini, jangan mengharapkan cerita dan pengambilan angle yang sama persis dengan novelnya. film ini jelas sangat keluar dari konteks detail novelnya. HitMaker seolah membuat film ini jadi lebih wow dan lebih megah dari embel-embel Mega Bestseller novelnya. Aku akan membahasnya di bagian plot dan latar setelah ini.

Film ini hanya memanfaatkan garis besar cerita yang ada di dalam buku. Contoh, tergulingnya Mia saat di Big Step, Mia menjadi pembantu sementara, Alex menyadari rahasia Mia, kado natal untuk Alex dan penyakit yang di derita Mia. Hal-hal tersebut dijelaskan dengan sangat detail di film namun justru hal-hal kecil dilupakan dan sebagian tidak dimasukkan dalam film. Dan film ini pantas untuk dikatakan lebay, berlebihan, tidak masuk akal ketimbang dikatakan megah seperti yang kusinggung sebelumnya.

[KEANEHAN] Setelah Alex-yang harusnya tertimpa tubuh Mia tapi di film justru Alex terdorong dan terpental hingga jauh, ia hanya mengalami cidera pada tangannya. Padahal jika tubuh terpental hingga jauh bukan hanya tangan yang terluka, tapi kerusakan lebih dari itu atau bernasib seperti Will Traynor. [Baca: Me Before You] 


Alex Hirano digambarkan sebagai pria bersikap dingin dan perfeksionis, bahkan adiknya menyebut Alex sebagai psikopat. Sementara di buku ia tidak dianggap seberlebihan itu, memangnya pria ketus dan dingin dianalogikan dengan psikopat? Sikap Alex dan Mia di dalam novel juga sangat berbeda saat berada dalam film.Di awal usaha Mia untuk mengurusi keperluan pribadi Alex terlihat seperti seorang majikan memperlakukan PRT nya yang masih di bawah umur. Alex seenaknya menyuruh ini itu, mulai dari mengurusi lemari pakaian yang berantakan, kebutuhan logistik Alex, kebersihan rumah dan dengan dialek yang menunjukkan bahwa Mia bodoh dan tidak tahu cara mengurus rumah. Padahal Alex tidak sekejam itu saat berada di novel. Mia yang aku tahu sangat pandai mengurus rumah, cekatan, tanggap dan mandiri. Ia tahu apa yang harus dilakukan bukan malah terlihat bodoh mau disuruh-suruh oleh Alex. Dalam hati aku hanya bisa geleng-geleng, apa yang kau lakukan pada novel kesayanganku, Hitmake! -___-

Selama film berlangsung dialog yang diucapkan Mia juga sangat sedikit. Fyi, selama cerita berlangsung berusaha mempertahankan dialog Inggris-Indonesia secara bergantian. Dan anehnya Mia sangat sedikit mendapatkan dialog Inggris, terutama di 80 menit pertama. Justru di awal Lucy-lah yang paling lihai, lincah dalam berdialog dan mengekspresikan perasaannya.

Masih ingat dengan pesta yang diadakan Dee Black? Aku tidak menyangka HitMake akan membuat suasana pesta itu jadi bagaikan sebuah diskotik dengan ala Brasilian-Meksiko.  Semua orang berdress code hitam, dan malah tidak terlihat suasana elegannya. Riuh dan pikuk yang menurutku menyelimuti sceene ini. Hal detail yang dilupakan disini adalah kemana gaun hijau yang seharusnya dikenakan Mia? Ia malah menggunakan mini dress hitam seolah baru pulang melayat. Duh, mentang-mentang penyelenggaranya namanya Dee Black bukan berarti semua harus serba hitam kan -_-


Aku sangat memperhatikan betul perubahan karakter Mia disini. Yang seharusnya ia adalah penari kontemporer profesional- yang spesialisasinya lebih menjurus pada balet namun malah diperankan oleh personil girl band yang tidak ada sedikitpun latar belakang balet. Balet itu sulit sekali, butuh waktu sangat lama untuk menjadi profesional dan akan sangat terlihat sekali jeleknya jika orang itu hanya berlatih sekenanya. Pasti, percayalah itu. Tak akan kalian jumpai sosok penari kontemporer 5 terbaik di dunia dalam sosok Mia disini. So sad, but time can't return back. :(

Terakhir, sebelum ulasan ini makin membuatmu mengantuk, karakter Karl Jones di putar balik menjadi sosok pria kulit putih genit dan ceriwis. Aku menganalogikannya sebagai penata rias artis yang mengalami disorientasi seksual (?). Dan terakhir, aku janji ini akan jadi analisis terakhirku, plot cerita dimana Mia bertemu kembali dengan Aaron Rogers dihilangkan. Peran Aaron memang hanya muncul sebentar dalam novel, tapi ia yang membuat cinta berkembang di hati Alex Hirano. Aku tidak menemukan chemistri dan pemanis dari konflik itu saat menonton film ini.

Di dalam novel, Aaron lah yang seharusnya berdansa dengan Mia -__-
Rasanya ulasan ini tidak akan berimbang tanpa dilihat dari sudut mata penikmat film. Aku sudah membeberkan semua- ya katakanlah hampir semua 'hal unik' yang ada di film ini. Sekarang aku akan membeberkan kelebihan dari film ini, yang kukatakan pantas untuk dinikmati.

Setting/Latar

Menonton film ini kalian akan disuguhi pemandangan kota New York yang cantik. Pengambilan shoot latar sangat ditonjolkan disini, well kalau kalian peka ini adalah usaha dari rumah produksinya untuk bilang 'ini loh kami berhasil ambil shoot di kota besar sekelas NYC.' Gambar dan background terlihat sekali indahnya New York terutama di pagi dan siang hari. Kualitas gambar dan kejernihannya juga apik. Secara teknis semua terasa sempurna untuk film ini. Fyi, The Juliard School yang ada pada film bukanlah asli. Itu hanya studio yang berada di daerah Kuningan dan well, lewat twitternya rumah produksi HitMake Studio justru berbohong yang menyatakan keseluruhan cerita akan  di shoot di New York. Nyatanya, NOL! Ditambah aksi unfol besar-besaran yang dilakukan admin twitternya, sudah cukup menjatuhkan nama HitMake Studio dimataku. Sekarang sudah ganti admin kali ya :p hahaha. 

Tampak Depan Julliard School yang asli
 
Studio Julliard Palsu Ala HitMake Studio
Marotis

Ramses


Akting

Nabilah JKT 48
Emm,, bagaimana ya aku akan menjelaskan karakter gadis mungil ini?
Diantara pemeran lainnya karakter yang ia perankan adalah tokoh utama dan sentral tapi justru ia paling sedikit mendapat dialog dan sangat kaku mimik wajahnya. Diantara yang lainnya Nabilah JKT 48 juga yang paling sedikit mendapat jam terbang berakting, sehingga perannya sangat kaku, dialek bahasa Inggrisnya samar dan mimiknya kurang di eksplorasi. Gestur tubuhnya saat berdialog dengan karakter lain seperti tertelan ditambah lagi riasannya makin membuat ia terlihat dewasa sebelum waktunya. Tapi untuk penampilan tariannya cukup memuaskan untuk kelas pemula, aku berhasil terhanyut dalam tarian yang ia bawakan. Saranku sih #LebihSeringLatihanNbilah.

Herjunot ALi
Herjunot Ali, digambarkan sebagai pianis hebat berbakat dengan ribuan penggemar di seluruh dunia. Sikapnya memang dingin dan sangat perfeksionis, pembawaan antagonis ini berhasil diperankan dengan sempuna oleh Junot. Salah satunya saat menonton bagian Junot memarah-marahi Mia, penonton pasti akan dibuat gemas dan ikut kesal dengan karakternya. Namun sikap manis Alex juga cukup tersampaikan oleh aktingnya menjelang ending, ya walaupun aktingnya juga agak kaku dan kurang lepas kala beradu dengan Nabilah.  

Boy William
Berperan sebagai Ray-adik dari Alex yang menyukai Mia Clark. Dari semuanya ia adalah karakter pria terbaik yang berhasil meuaskan pembaca dan penonton karena kecakapan bahasa dan gestur tubuhnya yang luwes. Ia berhaisl menghidupkan karakter Ray yang asik, supel, lepas dan gaul abis layaknya seorang B-Boy. Dan saat dipasangkan dengan Lucy karakter Ray makin terlihat menyatu ketimbang saat berdialog dengan Mia. 

Annabella Jusuf
Peran Annabella di film ini adalah sebagai sahabat Mia Clark. Ia juga yang mendekatkan Mia dengan Ray walau akhirnya Mia menolak cinta Ray. Sebagai pemeran pembantu, Annabella memerankan karakter Lucy dengan sangat baik dan bersinar. Aku suka dengan cara ia menatap sesuatu, ekspresinya sangat dapat, gestur tubuhnya luwes dan bisa dipasangkan dengan siapa saja. Berbeda dengan karakter lainnya yang justru terlihat kaku saat dihadapkan dengan Nabilah, justru Annabella tetap konsisten dengan pembawaannya yang asik dan ceriwis. Di mataku Annabella ini terlihat seperti orang Amerika, kentara sekali saat ia berucap fasih dan enak didengar. Love it.

Kesimpulan
"JANGAN PERNAH BEREKSPEKTASI BESAR PADA FILM YANG DIADAPTASI DARI NOVEL. RASANYA AKAN SAKIT KETIKA DIBUAT KECEWA"

Rating : 6/10

6 komentar:

  1. komenku udah masuk blm sih? tiba2 koneksiku eror wkwk dan aku males ngetik lagi sebenernya *digampar*
    ya sampe sekarang aku blm nonton. dan nggak trtarik juga. buatku, trailernya yg 3 menitan itu udah cukup. dan tambahan lagi, aku nggak tertarik juga krn castnya dedeq nabilah.
    mungkin pihak sononya bingung mau cari pemeran utama yg jago nari. maka akhirnya pilihan berlabuh ke dedek idol grup. sayangnya si dedek ini menurutku masih kaku dan pronounciationnya nggak begitu jelas untuk ukuran main film. btw ini aku cuma liat di trailer sih, nggak tau aslinya gimana.

    aku gemes juga sama make upnya :D

    BalasHapus
  2. Aku harus akui bahwa sejak awal rencana buku ini difilmkan dan lihat castnya, aku adalah salah satu penghujat. Bukan apa-apa, tapi aku berpikir bawha popularitas bukan jaminan sebuah film akan hit walau kadang itu juga jadi nilai tambah. tapi apa sih untungnya film yang ditonton banyak manusia tapi justru dapat rating jelek, nggak ada serius. Aku nonton film ini beberapa bulan lalu dan sukses nggak menyelesaikannya. Karena yah ceritanya sangat nggak bisa membuatku masuk dan ikut menghayati. AKu jadinya cuma nonton, bayangin buku dan mengkritik ini itu. Apa asyiknya nonton sambil ngomel? Nggak ada. Bener banget untuk peran Mia sangatlah kaku, Alex juga begitu. Dan dialog Mia juga sangat sedikit apalagi yang english, padahal yah Mia punya peran yang sangat besar dalam membangun cerita SUnshine Becomes You. Lagu gubahan Alex ini nggak akan ada kalo bukan karena sosok Mia yang hadir dalam kehidupannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah dan ya make upnya bikin Nabilah kayak anak kecil yang didandanin emaknya buat eksperimen. Cantik sih tapi dia jadi terlihat dewasa sebelum waktunya, ditambah perlakuan Alex ke dia, jadi tambah kayak anak bawang

      Hapus
  3. Mengerikan sebenarnya melihat film yang diadaptasi dari novel. Utamanya film indonesia. Entah, saya belum pernah menemukan film yang tergolong 'keren'. Contohnya, film 5cm, rasa film itu sendiri beda sekali dengan rasa novelnya. Ah... apa mungkin memang tidak ada film yang akan menyamai kualitasnya jika dibandingkan dengan novelnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengadaptasian ke film memang sering kali nggak memuaskan terutama untuk pembaca bukunya. Rumah produksi Indonesia malah lagi gencar mengangkat novel jadi film, semoga kedepannya memuaskan ;) Sebagai pembaca, jawabanku YES tidak ada yg mengalahkan buku.. hahaha

      Hapus

Appeciate with my pleasure.

~ VS

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...