Kamis, 30 Maret 2017

[Ask Author and Review] An Ember in the Ashes


An Ember in The Ashes

Penulis : Sabaa Tahir

Penerjemah : yudith listiandri

Penyunting : Mery Riansyah

Proofreader : Titish A.K

Penerbit : Spring

Cetakan pertama, November 2017

ISBN : 978-602-743-228-4

Rating : 5 of 5

Blurb
Laia seorang budak. Elias seorang prajurit. Keduanya bukan orang merdeka.
Saat kakak laki-laki Laia ditahan dengan tuduhan pemberontakan, Laia harus mengambil keputusan. Dia rela menjadi mata-mata Komandan Blackcliff, kepala sekolah militer terbaik di Imperium, demi mendapatkan bantuan untuk membebaskan kakaknya. Di sana, dia bertemu dengan seorang prajurit elit bernama Elias.
Elias membenci militer dan ibunya, Sang Komandan yang brutal. Pemuda ini berencana untuk melarikan diri dari Blackcliff, menanggung risiko dicambuk sampai mati jika ketahuan. Dia hanya ingin bebas.
Elias dan Laia. Keduanya akan segera menyadari bahwa nasib mereka akan saling silang, dan keputusan-keputusan mereka akan menentukan nasib Imperium, dan bangsa mereka


An Ember in The Ashes bersetting di sebuah negeri bernama Imperium.  Imperium terbentuk oleh bangsa Martial. Martial hanyalah sebuah bangsa kecil yang tidak lebih besar jumlahnya dengan bangsa terdekatnya Scholar. Namun suatu ketika Imperium tumbuh menjadi sebuah bangsa yang kuat dengan persenjataan hebat. Kehebatan yang dimiliki itu membawa Imperium pada sebuah perluasan daerah disekitarnya. Imperium menduduki tanah-tanah lain dan menjadikannya sebagai basis militer dan persenjataan. Scholar sebagai salah satu yang daerahnya dikuasai Imperium harus mengalami perbudakkan, penculikan dan pembunuhan pada setiap warganya. Tentara Mask bisa sewaktu-waktu menculik atau mengambil siapapun dari bangsa Scholar untuk dijadikan budak atau ketahuan melakukan pemberontakan. 


Laia, seorang gadis Scholar yang sangat menyukai membaca dan anak perempuan satu-satunya yang tersisa di keluarganya. Ia tinggal bersama kakek, nenek dan kakak laki-lakinya. Pop dan Nan memperlakukan Laia seperti anak mereka sendiri. Ia diajari ilmu tentang obat-obatan oleh Pop, berjualan dan memasak serta mengurus rumah oleh Nan. Laia sangat menyayangi dan dekat dengan Darin. Tapi belakangan Darin selalu pulang malam. Dan Laia menemukan sebuah gambar seperti senjata yang ia kenali sebagai sketsa buatan Darin. Laia menduga kakaknya itu bekerja untuk Imperium. Tapi sebelum tanya itu terjawab seorang tentara Mask telah menahan Darin.

“Aku ingin memercayainya, tapi ketakutanku saat ini bagaikan gelombang pasang yang menarik-narik pergelangan kakiku, berusaha menenggelamkanku.”

Darin memiliki pendirian yang kuat. Ia menolak untuk memberikan informasi tentang buku sketsanya itu. Berkebalikan dengan Laia yang pengecut dan memilih menyerahkan amanat yang sengaja Darin percayakan. Rumahnya dibakar, Pop dan Nan tewas dibunuh oleh tentara Mask. Namun mereka menahan Darin dan membawanya menuju eksekusi. Laia kabur menuju Katakomba dan mencari mereka yang sedianya akan membantu menyelamatkan Darin yaitu kelompok pemberontak Resistance

“Kalau aku ingin menyelamatkan kakakku, aku juga tidak boleh membiarkan rasa takut menguasaiku.” - Laia

Tidak jauh dari tempat Laia berada terdapat sebuah asrama Blackliff milik Imperium. Tempat itu adalah pusat pelatihan dan sekolah milik Blackliff yang digunakan untuk membentuk tentara- tentara Imperium yang tangguh. Sekolah itu dipimpin oleh seorang Komandan. Komandan adalah satu-satunya wanita disana dan makhluk paling kejam di Blackliff. Ia mendidik dengan keras, tidak ada ampun bagi murid yang berkhianat dan mengetahui segala hal yang mencoba mencelakainya. Asrama Blackliff memiliki pengamanan yang kuat. Tidak ada satu pun murid  yang bisa melarikan diri dari sana. Namun ada salah satu murid yang diam-diam merencanakan kabur dari sekolah itu. ia adalah Elias, murid paling kuat di Blackliff. 


“Hal-hal yang tak terucapkan muncul di antara aku dan Helene, hal-hal yang berhubungan dengan apa yang kurasakan saat aku melihat kulitnya dan kecanggungannya sewaktu aku memberi tahu aku mengkhawatirkannya.”

Usaha Elias untuk pergi dari Blackliff tertunda ketika Augur menawarinya sebuah pilihan-pilihan sulit. Setelah hari kelulusannya Elias dihadapkan pada serangkaian ujian prajurit mask yang nantinya akan menjadikan siapa pun pemenangnya sebagai kaisar baru Imperium. Elias melihat Augur tengah menjanjikannya sebuah kebebasan. Walaupun ia harus membayarnya dengan melawan rasa takut dan membunuh orang-orang yang ia cintai. 

"Ujian tidak dimaksudkan untuk mnjadi mudah, Elias. Itulah sebabnya disebut ujian."

Amazing! Itu yang tergambar dalam benakku ketika membaca buku ini. Penuh intrik, penuh aksi, penuh daya pikat :D hahaha. Sungguh, tak ada kata yang bisa mewakiliku mengagum An Ember in the Ashes.  ‘Ini buku terbaik yang kubaca tahun ini!

Sejak awal buku aku mulai merasa buku ini akan hebat sekali dalam menuturkan ceritanya. Sabaa membuka cerita dengan sudut pandang Laia lebih dulu. Tidak ada gambaran sama sekali seperti apa kehidupan Laia. Ia menyudutkan tokoh Laia dalam situasi yang rumit. Pembaca akan langsung tahu bahwa Laia punya kekhawatiran yang besar dalam dirinya. Penangkapan Darin sangat membuatnya terpukul. Bagaikan tinju yang menikam ketakutan dan ketidak percayaan pada diri sendiri.

Sabaa menciptakan sebuah turning point ketika Laia memilih melawan rasa takut dengan melakukan misi mata-mata. Ia melakukan itu demi Darin tentu saja, banyak rasa sakit dan tubuh yang koyak yang ia terima. Tapi itu seni dan kekaguman yang sangat patut dicontoh dari sosok Laia. Ia bukan heroine, tapi ia mencoba lebih berani dan menjadi kuat. Aku tahu kata-kataku ini sepertinya lebai atau bagaiamana menurut kalian. But, It’s true! Buku ini punya kekuatan dan impact yang besar untuk pembacanya dan aku khususnya. :D hahaha.

Dari segi tokohonya, ada banyak sekali tokoh. Aku hampir bingung mau bercerita dari mana dulu karena semuanya penting. Mulai dari Laia dulu ya. Dia gadis dari kelas kasta paling rendah. Kenapa aku sebut begitu, karena di Imperium bangsa Scholar dipandang paling rendah diantara kasta manapun. Masih ada bangsa Tribe yang hidup berkelana dengan bermacam suku. Elias, salah satu yang dibesarkan oleh bangsa Tribe. Elias dan Laia akan dipertemukan ketika pertandingan penentuan kaisar Imperium dimulai. 

Buku pertama ini masih fokus pada kisah Laia dan Elias saja. Mereka diceritakan dengan dua POV berbeda. Masih ada dua tokoh lagi yang belum dimunculkan atau kalau kubilang porsi ceritanya masih sedikit. Dua tokoh itu adalah Helene dan Keenan. Helene adalah gadis satu-satunya di Blackliff yang punya kesetiaan melebihi siapapun. Ia juga adalah sahabat Elias sejak pertama kali bertemu di Blackliff. Penulis membangun kisah Helene dan Elias cukup lambat. Tapi hal ini malah membuat pembaca makin bisa menyelami perasaan yang dipendam Helene pada Elias selama ini.

 Aku suka dengan gaya cerita Sabaa yang perlahan tapi pasti ini.  Aku jadi tidak punya bayangan atau ekspekasi lebih. Aku suka dengan keberanian Laia, suka bagaimana cara ia berproses menjadi kuat. Aku suka dengan hubungan Elias dan Helene yang diungkap perlahan, membuat mereka saling menyadari perasaaan satu sama lain. Dan aku suka sisi romantis dan rapuh sekaligus dalam diri Keenan. Keempat tokoh ini membuat kisah An Ember in the Ashes bukan hanya tentang kisah cinta  beda kasta, tapi juga bayangan tentang jika dunia  masih dipenuhi perbudakan dan diskriminasi suku dan ras. 


5 bintang kupersembahkan untuk debut Sabaa Tahir :)

Ask Author with Sabaa Tahir


-  Q :        I felt Laia is so much like me. What about you, who resembles you most and why? - Me
- A. All of my characters have little pieces of me in them!
-     Q.     How do you come up with the society classes like The Scholars, The Martials, and The Tribes? Which tribe do you want to be the most? - @person2805

- A. The book was inspired by ancient Rome, which was a very stratified society. There were the Plebians, the Patricians, the Senatatores, the Equites—all had their place in ancient Rome. The world of Ember is a bit more simplified! As far as Tribes, there is a group in the World of Ember referred to as the Tribesmen, who are based off of a combination of South Asian and North African nomad societies. In that case, I’d probably be Tribe Nur. I like their leader.- 
 
Terima kasih untuk Spring yang sudah mengizinkan aku mengulas buku ini. Dan Sabaa Tahir yang sudah menyempatkan untuk menjawab pertanyaan kepo kami. Semoga buku kedua A Torch Agains The Night bisa segera dinikmati oleh pembaca Indonesia . Sukses untuk Sabaa! :)

Ikuti giveaway dari Penerbit Spring sesaat lagi. Silakan klik link ini atau pada  banner dibawah ini.

http://theboochconsultant.blogspot.co.id/2017/03/givaway-ember-in-ashes.html


3 komentar:

  1. Wahh senengnya bisa ngadain booktour Ember plus nanya langsung penulisnya >___<
    Ceritanya bagus banget ya Kak sampai dikasih 5 bintang gitu..hihi😆

    BalasHapus
  2. Review yang bagus tapi tidak spoiler, lanjutkan :)

    BalasHapus
  3. Wah kayaknya novel yang di terjemahkan penerbit Spring selalu bagus-bagus ya. Belum habis kekagumanku pada novel Golden, sekarang sudah hadir An Amber In The Ashes lagi. Kak Aya dan kak Athaya (ini kenapa namanya mirip) juga keren banget bisa interview-an sama penulisnya. Eh aniway nama Sabaa Tahir terdengar kayak orang Indonesia ya

    BalasHapus

Appeciate with my pleasure.

~ VS

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...